BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Penyuntingan telah
ada dalam dunia penerbitan buku di Indonesia sejak 1890 (dikerjakan oleh
orang non pribumi, yaitu oleh orang Belanda dan Tionghoa). Pendidikan Editing/penyuntingan di Indonesia,
setingkat D3 baru dimulai tahun 80 an yaitu, program studi editing D3 di
Universitas Pajajaran, Bandung dan Program Studi penerbitan D3 di Politeknik
Negeri Jakarta, dimulai tahun 1990 awal berdirinya Poltek jurusan ini
(dahulu bernama Politeknik Universitas Indonesia).
Dengan demikian, editor-editor yang
sampai saat ini menggeluti dunia penerbitan buku nasional, mungkin berbekal
pengalaman dan autodidak, karena memang belum memasyarakatnya pendidikan tinggi
editing (terutama sampai jenjang S1,
S2,
bahkan S3). Bekerja menjadi Editor, mungkin tidak dicita-citakan atau
direncanakan sebelumnya, selain itu profesi editor juga belum mendapatkan
perhatian dari pihak penerbit buku.
Menyunting/mengedit
jamaknya dihubungkan dengan kegiatan
mempersiapkan
sebuah naskah, baik berupa
tulisan pendek ataupun
calon buku, dari segi bahasa. Tugas penyunting adalah mengelola bahasa sebuah
naskah, melakukan perbaikan di mana perlu, dengan berpegang pada kaidah bahasa
hingga sesampai di tangan pembaca, naskah itu menjadi lebih tertib secara tata
bahasa. Dengan kata lain, kerja menyunting berurusan dengan bahasa, dan bahasa
di sini diperlakukan sebagai sarana belaka bagi penulis guna menyampaikan ide
atau perasaannya.
Fungsi seorang penyunting tidak berhenti
pada perbaikan ejaan dan tata kalimat,
tapi juga berperan untuk memastikan apakah ide penulis
sampai ke pembaca secara utuh, tidak kurang tidak lebih. Dan benar, dalam arti
bersesuaian dengan fakta.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan penyutingan / editing?
2.
Syarat apa saja yang harus dimiliki untuk menjadi
seorang penyuting naskah / editor?
3.
Apa fungsi dari penyutingan naskah?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyuntingan / Editing
Kata editing dalam bahasa
Indonesia adalah serapan dari Ingris. Editing berasal dari bahasa Latin editus
yang artinya ‘menyajikan kembali’. Editing dalam bahasa indonesia
bersinonim dengan kata editing. Dalam bidang audio-visual, termasuk
film, editing adalah usaha merapikan dan membuat sebuah tayangan film menjadi
lebih berguna dan enak ditonton. Tentunya editing film ini dapat dilakukan jika
bahan dasarnya berupa shot (stock shot) dan unsur pendukung seperti
voice, sound effect, dan musik sudah mencukupi. Selain itu, dalam kegiatan
editing seorang editor harus betul-betul mampu merekontruksi (menata ulang)
potongan-potongan gambar yang diambil oleh juru kamera. Leo Nardi berpendapat
editing film adalah merencanakan dan memilih serta menyusun kembali potongan
gambar yang diambil oleh juru kamera untuk disiarkan kepada masyarakat. (Nardi,
1977).
Ada istilah lain yang sering
muncul dalam dunia penerbitan seperti penyunting bahasa, penyunting buku,
editor bahasa, editor penyelia dan editor buku. Istilah penyunting bahasa
biasanya dipadankan dengan editor penyelia, sedangkan penyunting buku
dipadankan dengan editor buku. Sedangkan istilah penyunting penyelia berarti
orang (pemimpin) yang bertugas mengawasi kegiatan penyuntingan (KBBI, 2001).
Contoh: Anton M.Moeliono adalah penyunting penyelia Kamus Besar Bahasa
Indonesia (1988).
Istilah editor
buku/penyunting buku mengacu pada orang yang yang mengumpulkan tulisan/karangan
orang lain untuk ditawarkan ke penerbit atau diterbitkan. Jadi, seseorang yang
mengumpulkan tulisan/karangan orang lain
untuk ditawarkan ke penerbit atau untuk diterbitkan disebut editor buku. Nama editor buku biasanya dicantumkan pada
kulit depa buku (cover depan). Contoh: Acep Zamzam Noor adalah editor buku
Muktamar: Antologi Penyair Jabar (2003), Korrie Layun Rampan adalah editor buku
Dunia Perempuan: Antologi Ceria Pendek Cerpenis Wanita Indonesia (2002).
Editor buku/penyunting buku
dapat juga disebut editor antologi atau anthology editor. Biasanya editor
buku/penyunting buku berada di luar penerbit. Jadi, editor buku bukanlah
karyawan/pegawai penerbit dan tidak mendapatkan gaji tetap/bulanan dari
penerbit.
B. Syarat
Penyuntingan Naskah
Untuk menjadi
penyunting naskah ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh seseorang. Persyaratan itu meliputi penguasaan ejaan bahasa
Indonesia, penguasaan tata bahasa Indonesia, ketelitian dan kesabaran,
kemampuan menulis, keluwesan, penguasaan salah satu bidang keilmuan,
pengetahuan yang luas dan kepekaan bahasa.
1.
Menguasai
ejaan.
Harus paham benar ejaan bahasa Indonesia
yang baku saat ini. Penggunaan huruf kecil dan huruf kapital, pemenggalan kata,
dan penggunaan tanda-tanda baca (titik, koma, dan lain-lain) harus dipahami
benar. Bagaimana bisa memperbaiki naskah orang lain jika tidak memahami seluk
beluk ejaan bahasa Indonesia.
2.
Menguasai
tatabahasa.
Seorang editor harus menguasai bahasa
Indonesia dalam arti luas, tahu kalimat yang baik dan benar, kalimat yang salah
dan tidak benar, kata-kata yang baku, bentuk-bentuk yang salah kaprah, pilihan
kata yang pas, dan sebagainya.
3.
Bersahabat
dengan kamus.
Seseorang yang malas membuka kamus
sebetulnya tidak cocok menjadi penyunting naskah karena ahli bahasa sekalipun
tidak mungkin menguasai semua kata ag ada dalam satu bahasa tertentu, apalagi
kalau berbicara mengenai bahasa asing.
4.
Memiliki
kepekaan bahasa.
Peyunting naskah harus tahu mana kalimat
yang kasar dan kalimat yang halus; harus tahu mana kata yang perlu dihindari
dan maa kata yang sebaiknya dipakai, harus tahu kapan kalimat atau kata
tertentu digunakan atau dihindari. Untuk itu seorang penyunting naskah peru
mengikuti tulisan-tulisan pakar bahasa atau kolom bahasa yang ada di sejumlah
media cetak.
5.
Memiliki
pengetahuan luas.
Harus banyak membaca buku, majalah,
koran, dan menyerap informasi dari media audiovisual agar tidak ketinggalan
informasi.
6.
Memiliki
ketelitian dan kesabaran.
Dalam keadaan apapun, ketika menjalankan
tugasnya seorang editor harus tetap teliti menyunting setiap kalimat, setiap
kata, dan setiap istilah yang digunakan penulis naskah. Ia juga harus sabar
menghadapi setiap naskah, karena proses penyuntingan itu memakan proses yang
berulang-ulang.
7.
Memiliki
kepekaan terhadap SARA dan Pornografi.
Penyunting naskah harus tahu kalimat
yang layak cetak, kalimat yang perlu diubah konstruksinya, dan kata yang perlu
diganti dengan kata lain. Dalam hal ini seorang penyunting harus peka terhadap
hal-hal yang berbau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
8.
Memiliki
keluwesan.
Sikap luwes dan supel harus dimiliki
seorang penyunting naskah karena akan sering berhubungan dengan orang lain.
Penyunting harus bersedia mendengarkan berbagai pertanyaan, saran, dan keluhan.
Dengan kata lain, seorang yang kaku tidaklah cocok menjadi penyunting naskah.
9.
Memiliki
kemampuan menulis.
Hal ini perlu dimiliki seorang
penyunting naskah karena kalau tidak tahu menulis kalimat yang benar tentu kita
pun akan sulit membetulkan atau memperbaiki kalimat orang lain.
10.
Menguasai
bidang tertentu.
Ada baiknya jika seorang penyunting
naskah menguasai salah satu bidang keilmuan tertentu karena akan sangat
membantu dalam tugasnya sehari-hari.
11.
Menguasai
bahasa asing.
Dalam tugasnya, seorang penyunting
naskah akan berhadapan dengan istilah-istilah yang berasal dari bahasa Inggris.
Minimal, seorang penyunting naskah dapat menguasai bahasa Inggris secara pasif.
Artinya dapat membaca dan memahami teks bahasa Inggris.
12.
Memahami
kode etik penyuntingan naskah.
Berikut
beberapa kode etik penyuntingan naskah yang ada dalam buku ini.
a. Editor
wajib mencari informasi mengenai penulis naskah.
b. Editor
bukanlah penulis naskah.
c. Wajib
menghormati gaya penulis naskah.
d. Wajib
merahasiakan informasi yang terdapat dalam naskah yang disuntingnya.
e. Wajib
mengonsultasikan hal-hal yang mungkin akan diubahnya dalam naskah.
f. Tidak
boleh menghilangkan naskah yang akan, sedang, atau telah ditulisnya.
C.
Beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam penyuntingan:
1. Penyuntingan
Isi (Content editing) yang sering
disebut dengan developmental, substantive, or structural editing;
revising; rewriting
a.
Merevisi atau
memindahkan seluruh paragraf atau kalimat
b.
Menambahkan material
terbaru untuk mengurangi perbedaan dan menghapus material asli yang tidak
dianggap tidak bermanfaat.
c.
Mengorganisir dan
merestrukturisasi isi untuk meningkatkan aliran dan kejelasan bahasa
2. Penataan
Salinan (Copyediting) yang sering
disebut dengan line, mechanical, or stylistic editing
a.
Memeriksa ejaan, tata bahasa, tanda
baca, dan mekanisme
b.
Memeriksa apakah isi sudah mengikuti
ketepatan gaya bahasa atau bagian gaya internal
c.
Membuktikan fakta dan menjamin
ketepatan/konsistensi bentuk
d.
Mengklarifikasi makna dan meningkatkan
keterbacaan dengan mengubah pilihan kata dan struktur kalimat.
3. Koreksi
Cetakan Percobaan (Proofreading)
a.
Membaca sampai selesai naskah copy untuk
mengecek kesalahan
b. Memastikan
semua perubahan telah tercantum didalamnya dan tidak ada kesalahan yang
tertinggal selama proses penyuntingan.
D. Fungsi dan
Peran Editor
Kata editor berasal dari bahasa Inggris.
Menurut Kamus Inggris-Indonesia (Echols & Shadily), kata editor bermakna redaktur, pemeriksa naskah untuk
penerbitan. Kata edit sendiri bermakna membaca dan memperbaiki (naskah),
mempersiapkan (naskah) untuk diterbitkan (1975).
Akan tetapi, saat ini kata editor sudah
diadopsi ke dalam bahasa Indonesia. Menurut KBBI (2001), kata editor
berasala dari kata edit. Dari kata edit muncul kata mengedit
(kata kerja) dan editor (kata benda/nomina). Kata editor bermakna
orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan di
majalah, surat kabar, dan sebagainya; penyunting.
Dalam kaitannya dengan penerbitan buku di Indonesia,
istilah editor lebih luas cakupan da pengertiannya dari yang tercantum dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Inggris-Indonesia. Istilah editor
pada istilah kedua kamus tersebut lebih cocok untuk penerbitan media cetak
(Koran, majalah dan sebagainya) dan kurang pas untuk editor yang bekerja di
penerbit buku.
Editor yang bekerja di penerbit buku tidak hanya
mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan diterbitkan (KBBI) atau
pemeriksa naskah untuk penerbitan (Echols dan Shadily). Akan tetapi, lebih dari
itu, editor juga harus mencari naskah dan merencanakan naskah yang akand
diterbitkan.
Dengan demikian fungsia (tugas) pokok dari editor
penerbit buku sebagaimana berikut:
a. Merencanakan
naskah yang akan diterbitkan oleh penerbit
b. Mencari
naskah yang akan diterbitkan
c. Mempertimbangkan
naskah yang masuk ke penerbit (ikut mempertimbangkan layak-tidaknya sebuah
naskah diterbitkan)
d. Menyunting
naskah dari segi isi/materi
e. Memberi
petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting bahasa/editor bahasa) yang
membantunya mengenai cara penyuntingan naskah.
Tugas lain dari seorang editor di penerbit buku
adalah:
a. menyetujui
naskah untuk dicetak
b. memberi saran
terhadap rencangan kulit depan buku, dan
c. menyetujui
rancangan kulit depan (cover depan)
Mengingat salah satu tugas dari seorang editor mencari
naskah, maka dia mau tak mau sering berada di luar kantor. Jika perlu, editor
bisa melakukan perjalanan ke luar kota maupun ke luar negeri (sepanjang
penerbit tempat kerjanya mampu membiayainya). Di dalam negeri misalnya, editor mengunjungi
calon pengarang/penulis di luar kota. Di luar negeri, misalnya, editor
mengunjungi pameran-pameran buku internasional guna mendapatkan hak cipta (copyright)
buku tertentu untuk diterjemahkan ke bahasa Indonesia.
Dilihat dari tugas editor dan penyunting naskah
tersebut di atas, boleh dikatakan tanggung jawab editor lebih berat dari
penyunting naskah. Namun dalam sebuah penerbit yang terdiri dari berbagai unsur
(redaksi, pemasaran, produksi, dan administrasi keuangan), keduanya memiliki
fungsi masing-masing. Nama editor biasanya dicantumkan pada halaman hak cipta
buku yang diterbitkan.
Hal yang harus dipahami adalah fungsi penyunting dan
editor hanya terbatas pada pengolahan naskah menjadi suatu bahan yag siap cetak
dan mengawasi pengolahan pelaksanaan
segi tehnis sampai naskah tadi terbit.
Penyunting bukan penerbit, jadi mereka tidak bertanggung jawab atas
masalah keuangan, penyebarluasan, dan pengelolaan ketatausahaan penerbitan.
Para penyunting semata-mata bertanggung jawab atas isi dan buka produksi bahan
yang diterbitkan.
Untuk memapankan peran dan kedudukan penyunting
sebagai agen yang ikut berperan dalam memajukan ilmu dan tehnologi, setiap
sepak terjang kegiatan penyunting haruslah didasarkan pada pemahaman
seperangkat kode etik cara bersikap dan bekerja.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Definisi penyuntingan
adalah proses, cara, perbuatan menyunting atau sunting-menyunting. Beberapa hal yang perlu diperhatikan
dalam penyuntingan:
1.
Menguasai ejaan.
2.
Menguasai tatabahasa.
3.
Bersahabat dengan
kamus.
4.
Memiliki kepekaan
bahasa.
5.
Memiliki pengetahuan
luas.
6.
Memiliki ketelitian dan
kesabaran.
7.
Memiliki kepekaan
terhadap SARA dan Pornografi.
8.
Memiliki keluwesan.
9.
Memiliki kemampuan
menulis.
10. Menguasai
bidang tertentu.
11. Menguasai
bahasa asing.
12. Memahami
kode etik penyuntingan naskah.
Fungsi (tugas) pokok
dari editor sebagaimana berikut:
1.
Merencanakan naskah yang akan diterbitkan oleh penerbit
2.
Mencari naskah yang akan diterbitkan
3.
Mempertimbangkan naskah yang masuk ke penerbit (ikut
mempertimbangkan layak-tidaknya sebuah naskah diterbitkan)
4.
Menyunting naskah dari segi isi/materi
5.
Memberi petunjuk/arahan pada kopieditor (penyunting
bahasa/editor bahasa) yang membantunya mengenai cara penyuntingan naskah.
B. Saran
penyuntingan
merupakan sebuah bagian atau proses dari terbitnya sebuah berita atau
sebagainya. Dalam mendalami tentang dunia jurnalistik terutama penyuntingan,
sangat dituntut pemahaman tentang penggunaan kaidah bahasa Indonesia. Karena
hal ini akan menunjang profesionalisme seorang penyunting. Selain itu,
pemahaman tentang teori atau ilmu tentang penyuntingan akan sangat bermanfaat
DAFTAR
PUSTAKA
http://lillieammann.com/2008/01/23/editing-part-2-what-are-the-different-kinds-of-editing/ diunduh tanggal 12 July 2009
Erneste, Pamusuk. 2005. Buku Pintar Penyuntingan Naskah,
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2007, Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
No comments:
Post a Comment