BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan
ilmu pengetahuan sangatlah pesat, sejalan dengan kemajuan jaman, begitu pula
dengan cara berpikir masyarakat yang cenderung menyukai hal-hal yang dinamis.
Semakin banyak penemuan-penemuan atau penelitian yang dilakukan oleh manusia,
tidak menutup kemungkinan adanya kelemahan-kelemahan didalamnya, maka dari itu
dari apa yang telah diciptakan atau diperoleh dari penelitian tersebut ada
baiknya berdasar pada nilai-nilai yang menjadi tolak ukur kesetaraan dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Yaitu sila pancasila
Dengan
berpedoman pada nilai-nilai pancasila, apapun yang diperoleh manusia dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan akan sangat bermanfaat untuk mencapai tujuan
dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara indonesia guna melaksanakan
pembangunan nasional, reformasi, dan pendidikan pada khususnya.
B.
Rumusan
Masalah
Peranan Pancasila Sebagai Paradigma
Kehidupan
C.
Batasan
Masalah
Disini akan
dibahas tentang penjabaran paradigma, Pancasila sebagai paradigma Pembangunan,
Reformasi, dan penerapan Pancasila khususnya di ruang lingkup Akademik.
BAB II
PEMBAHASAN
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA
KEHIDUPAN DALAM BERMASYARAKAT, BERBANGSA, DAN BERNEGARA
A. Pengertian Paradigma
Awalnya istilah Paradigma
berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang kaitannya dengan filsafat
ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah tersebut dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang berjudul The Structure of
Scientific Revolution (1970: 49). Inti sari paradigma adalah suatu
asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum dan dijadikan sumber hukum,
metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat,
ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Dengan adanya
kajian paradigma ilmu pengetahuan sosial kemudian dikembangkanlah metode baru
yang berdasar pada hakikat dan sifat paradigma ilmu, yaitu manusia yang disebut
metode kualitatif. Kemudian berkembanglah istilah ilmiah tersebut dalam bidang
manusia serta ilmu pengetahuan lain misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya,
serta bidang-bidang lainya. Dalam kehidupan sehari hari paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung arti sebagai sumber nilai, kerangka pikir,
orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter serta arah dan tujuan dari
suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu termasuk bidang
pembangunan, reformasi, maupun pendidikan. Dengan demikian paradigma menempati
posisi dan fungsi yang strategis dalam proses kegiatan. Perencanaan,
pelaksanaan dan hasil- hasilnya dapat diukur dengan paradigma tertentu yang
diyakini kebenaranya.
B.
Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan
Pembangunan
Nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur.
Pembangunan nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan
martabat manusia indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan
negara yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 dengan rincian
sebagai berikut:
1. Tujuan
negara hukum formal, adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
2. Tujuan
negara hukum material dalam hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional, adalah
memajukan kesejahteraan umum,dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
3. Tujuan
Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Yang perwujudanya terletak
pada tatanan pergaulan masyarakat internasional.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam
segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat nilai
sila-sila Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia sebagai subjek
pendukung pokok negara. Dan ini terlihat dari kenyataan obyektif bahwa
pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup)
manusia. Dalam mewujudkan tujuan negara melalui pembangunan nasional yang
merupakan tujuan seluruh warganya maka dikembalikanlah pada dasar hakikat
manusia “monopluralis” yang unsurnya meliputi : kodrat manusia yaitu rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial, dan kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri
dan sebagai makhluk TuhanYME. Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional harus mmperlihatkan konsep berikut ini :
1. Pancasila
harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa
2. Pancasila
sebagai landasan pembangunan nasional
3. Pancasila
merupakan arah pembangunan nasioanl
4. Pancasila
merupakan etos pembangunan nasional
5. Pancasila
merupakan moral pembangunan
Masyarakat
Indonesia yang sedang mengalami perkembangan yang amat pesat karena dampak
pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman bersama
dalam menanggapi tantangan demi keutuhan bangsa. Oleh sebab itu pembangunan
nasional harus dapat memperlihatkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Hormat
terhadap keyakinan religius setiap orang
2. Hormat
terhadap martabat manusia sebagai pribadi atau subjek (manusia seutuhnya)
Sebagai upaya meningkatkan harkat
dan martabat manusia maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa,
seperti akal, rasa dan kehendak, raga (jasmani), pribadi, sosial dan aspek
ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai pancasila. Selanjutnya
dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain politik, ekonomi,
hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang
kehidupan agama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hakikatnya Pancasila sebagai
paradigma pembangunan mengandung arti atas segala aspek pembangunan yang harus
mencerminkan nilai-nilai pancasila.
1. Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Iptek
Pengembangan dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) merupakan salah satu syarat
menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan modern.
Pengembangan dan penguasaan iptek menjadi sangat penting, manakala dikaitkan
dengan kehidupan global yang ditandai dengan persaingan. Namun demikian
pengembangan iptek bukan semata-mata untuk mengejar kemajuan meterial melainkan
harus memperlihatkan aspek-aspek spiritual. Artinya, pengembangan iptek harus
diarahkan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Dengan pemikiran diatas
dapat kita ketahui adanya tujuan essensial daripada iptek, yaitu demi
kesejahteraan umat manusia, sehingga pada hakikatnya iptek itu tidak bebas
nilai, melainkan terikat oleh nilai.
Pancasila
merupakan satu kesatuan dari sila silanya harus merupakan sumber nilai,
kerangka pikir serta asas moralitas bagi pembangunan iptek. Sebagai bangsa yang
memiliki pandangan hidup pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan
iptek harus didasarkan atas paradigma pancasila. Apabila kita melihat sila demi
sila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek.
Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa, mengkomplementasikan ilmu pengetahuan, mencipta, perimbangan
antara rasional dan irasional, antara akal, rasa dan kehendak. Sila ini
menempatkan manusia di alam semesta bukan merupakan pusatnya melainkan sebagai
bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya (T. Jacob, 1986), dapat
disimpulkan berdasarkan sila ini iptek selalu mempertimbangkan dari apa yang
ditemukan, dibuktikan, dan diciptakan, adakah kerugian bagi manusia.
Sila Kemanusiaan
yang adil dan beradab, menekankan bahwa iptek haruslah bersifat beradab dan
bermoral, sehingga terwujud hakikat tujuan iptek yaitu, demi kesejahteraan umat
manusia. Bukan untuk kesombongan dan keserakahan manusia melainkan harus
diabdikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.
Sila Persatuan
Indonesia, memberikan kesadaran kepada bangsa indonesia bahwa rasa nasionalime
bangsa indonesia akibat dari adanya kemajuan iptek, dengan iptek persatuan dan
kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara, persaudaraan dan persahabatan
antar daerah diberbagai daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan
iptek. Oleh sebab itu iptek harus dikembangkan untuk memperkuat rasa persatuan
dan kesatuan bangsa dan selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
indonesia dengan masyarakat internasional.
Sila kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
mendasari pengembangan iptek secara demokratis. Disini ilmuwan tidak hanya
ditempatkan untuk memiliki kebebasan dalam pengembangan iptek, namun juga harus
ada saling menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan bersikap terbuka
untuk menerima kritikan, atau dikaji ulang dan menerima perbandingan dengan
penemuan teori lainya.
Sila Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat indonesia, iptek didasarkan pada keseimbangan keadilan
dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan dalam hubunganya
dengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain,
manusia dengan masyarakat bangsa dan negara, serta manusia dengan alam
lingkunganya (T. Jacob, 1986). Jadi dapat disimpulkan bahwa sila-sila pancasila
harus merupakan sumber nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi
pengembangan iptek.
2. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan POLEKSOSBUD HANKAM
Dalam bidang
kenegaraan penjabaran pembangunan dituangkan dalam GBHN yang dirinci dalam
bidang-bidang operasional serta target pencapainya, bidang tersebut meliputi
POLEKSOSBUD HANKAM. Dalam mewujudkan tujuan seluruh warga harus kembali
berdasar pada hakikat manusia yaitu monopluralis, yang artinya meliputi
berbagai unsur yaitu rokhani-jasmani, individu-makhluk sosial, serta manusia
sebagai pribadi-makhluk Tuhan YME. Maka hakikat manusia merupakan sumber nilai
bagi pengembangan POLEKSOSBUD HANKAM, guna membangun martabat manusia itu
sendiri.
3. Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Bidang Politik
Politik sangat
berperan penting dalam peningkatan harkat dan martabat manusia, karena sistem
politik negara harus berdasarkan hak dasar kemanusiaan, atau yang lebih dikenal
dengan hak asasi manusia. Sehingga sistem politik negara pancasila mampu
memberikan dasar-dasar moral, diharapakan supaya para elit politik dan
penyelenggaranya memiliki budi pekerti yang luhur, dan berpegang pada cita-cita
moral rakyat yang luhur. Sebagai warga negara indonesia manusia harus ditempatkan
sebagai subjek atau pelaku politik, bukan sekedar objek politik yang diharapkan
kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Kekuasaan adalah dari rakyat, oleh rakyat,
dan untuk rakyat. Karena Pancasila sebagai paradigma dalam berpolitik, maka
sistem politik di indonesia berasaskan demokrasi, bukan otoriter.
Berdasar pada
hal diatas, pengembangan politik di indonesia harus berlandaskan atas moral
ketuhanan, moral kemanusiaan, moral persatuan, moral kerakyatan, dan moral
keadilan, apabila pelaku politik baik warga negara maupun penyelenggaranya
berkembang atas dasar moral tersebut maka akan menghasilkan perilaku politik
yang santun dan bermoral yang baik.
4. Pancasila
sebagai Paradigma Pembangunan Ekonomi
Sesuai dengan
Paradigma Pancasila dalam pembangunan ekonomi, maka sistem dan pembangunan
ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila. Secara khusus, sistem
ekonomi harus mandasarkan pada moralitas ketuhanan, dan kemanusiaan. Hal ini
untuk menghindari adanya pengembangan ekonomi yang cenderung mengarah pada
persaingan bebas, yaitu yang terkuat dialah yang akan menang, seperti yang
pernah terjadi pada abad ke-18, yaitu tumbuhnya perekonomian kapitalis. Dengan
adanya kejadian pada abad ke-18 tersebut, maka eropa pada awal abad ke-19
bereaksi untuk merubah perkembangan ekonomi tersebut menjadi sosialisme
komunisme, yang berjuang untuk nasib rakyat proletar yang sebelumnya ditindas
oleh kaum kapitalis.
Ekonomi yang
humanistik mendasarkan pada tujuan demi mensejahterakan rakyat luas, sistem
ekonomi ini di kembangkan oleh mubyarto, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan
saja melainkan demi kemanusiaan dan kesejahteraan seluruh bangsa. Tujuan
ekonomi adalah memenuhi kebutuhan manusia, agar manusia menjadi lebih
sejahtera, oleh sebab itu kita harus menghindarkan diri dari persaingan bebas,
monopoli dan yang lainnya yang berakibat pada penderitaan manusia dan
penindasan atas manusia satu dengan lainnya.
5. Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Sosial Budaya
Pancasila pada
hakikatnya bersifat humanistik karena memang Pancasila berdasar pada hakikat
dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam
sila kemanusiaan yang adil dan beradab, yang diharapkan menghasilkan manusia
yang berbudaya dan beradab.
Dalam rangka
melakukan reformasi disegala bidang, hendaknya indonesia berdasar pada sistem
nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia
itu sendiri yaitu nilai pancasila yang merupakan sumber normatif bagi
peningkatan humanisasi khususnya dalam bidang sosial budaya. Sebagai kerangka
kesadaran pancasila dapat merupakan dorongan untuk ;
a. Universalisasi,
yaitu melepaskan simbol-simbol dari keterkaitan struktur
b. Transendentalisasi,
yaitu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan spiritual (koentowijoyo,1986)
Dengan demikian
proses humanisasi universal akan dehumanisasi serta aktualisasi nilai hanya
demi kepentingan kelompok sosial tertentu yang diharapkan mampu menciptakan
sistem sosial budaya yang beradab.
Berdasar sila
Persatuan Indonesia pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.
Pengakuan serta penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa sangat diperlukan sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa, dengan demikian pembangunan sosial budaya tidak akan
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
6. Pancasila
sebagai Paradigma Hankam
Salah satu
tujuan bernegara adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, hal ini mengandung makna bahwa tugas dan tanggung jawab tidak hanya
terletak pada penyelenggara negara semata, akan tetapi juga rakyat Indonesia
secara keseluruhan. Atas dasar tersebut sistem pertahanan dan keamanan adalah
mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem partahanan dan keamanan
Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(sishankamrata).
Dasar-dasar
kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan dan keamanan
negara. Maka dari itu pertahanan dan keamanan negara harus mendasarkan pada
tujuan demi terjaminya harkat dan martabat manusia, terutama secara rinci
terjaminya hak-hak asasi manusia. Dengan adanya tujuan tersebut maka pertahanan
keamanan negara harus dikembangkan berdasarkan nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila, guna mencapai tujuan yaitu demi tercapainya kesejahteraan
hidup manusia sebagai makhluk Tuhan YME (sila II), Pancasila juga harus
mendasarkan pada tujuan demi kepentingan warga sebagai warga negara (Sila III),
pertahanan keamanan harus mampu menjamin hak-hak dasar, persamaan derajat serta
kebebasan kemanusiaan (sila IV) dan akhirnya pertahanan keamanan haruslah
diperuntukkan demi terwujudnya keadilan keadilan dalam hidup masyarakat atau
terwujudnya suatu keadilan sosial, dan diharapkan negara benar-benar meletakkan
pada fungsi yang sebenarnya sebagai negara hukum dan bukannya suatu negara yang
berdasarkan atas kekuasaan sehingga mengakibatkan suatu pelanggaran terhadap
hak asasi manusia.
7. Pancasila
sebagai Paradigma Pengembangan Kehidupan Beragama
Tidak dapat
dipungkiri bahwa bangsa Indonesia mengalami adanya suatu kemunduran, yaitu
kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan. hal ini dapat kita lihat adanya
suatu kenyataan banyak terjadinya konflik sosial pada masalah-masalah SARA,
terutama pada masalah agama, sebagai contoh tragedi di Ambon, Poso, Medan,
Mataram, Kupang, dan masih banyak lagi daerah yang lain yang terlihat semakin
melemahnya toleransi dalam kehidupan beragama sehingga menyimpang dari asas
kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pancasila telah
memberikan dasar-dasar nilai yang fundamental bagi umat bangsa untuk dapat
hidup secara damai dalam kehidupan beragama di negara Indonesia tercinta ini.
Sebagai makhluk Tuhan YME manusia wajib untuk beribadah kepada Tuhan YME
dimanapun mereka hidup. Akan tetapi Tuhan menghendaki kehidupan manusia yang
penuh kedamaian dengan hidup berdampingan, saling menghormati, meskipun Tuhan
menciptakan adanya perbedaan, berbangsa-bangsa, bergolong-golong, berkelompok,
baik sosial, politik, budaya maupun etnis tidak lain untuk kehidupan yang damai
berdasar pada kemanusiaan.
Dalam Pokok
Pikiran IV, negara menegaskan bahwa, Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa, atas dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, hal ini berarti bahwa
kehidupan dalam negara berdasar pada nilai-nilai ketuhanan, dengan memberikan
kebebasan atas kehidupan beragama atau dengan menjamin atas demokrasi dibidang
agama. Setiap agama memiliki dasar-dasar ajaran yang sesuai dengan keyakinan
masing-masing dengan mendasarkan pergaulan kehidupan dalam beragama atas
nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berdasar bahwa pemeluk agama adalah
bagian dari umat manusia di dunia. Maka sudah seharusnya negara Indonesia
mengembangkan kehidupan beragama ke arah terciptanya kehidupan bersama yang
penuh toleransi, saling menghargai berdasar pada nilai kemanusiaan yang
beradab.
C.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi
Saat ini
Indonesia tengah berada pada era reformasi yang telah diperjuangkan sejak tahun
1998. ketika gerakan reformasi melanda Indonesia maka seluruh tatanan kehidupan
dan praktik politik pada era Orde Baru banyak mengalami keruntuhan. Bangsa
Indonesia ingin menata kembali (reform) tatanan kehidupan yang berdaulat, aman,
adil, dan sejahtera. Tatanan kehidupan yang berjalan pada era orde baru
dianggap tidak mampu memberi kedaulatan dan keadilan pada rakyat. Namun dalam
mencapai terwujudnya reformasi bangsa Indonesia harus mangalami berbagia
dampak, baik dampak sosial, politik, ekonomi, terutama kemanusiaan. Berbagai
gerakan bermunculan yang disertai dengan akibat tragedi kemanusiaan, yang
banyak menelan korban terlebih rakyat kecil yang tidak berdosa yang mendambakan
adanya kehidupan penuh kedamaian ketentraman serta kesejahteraan.
Banyak sekali
tragedi yang melanda bangsa Indonesia akibat dari pergolakan reformasi, antara
lain peristiwa amuk masa diJakarta, Tangerang, Solo, Jawa Timur, Kalimantan
serta daerah lainya. Bahkan tragedi pembersihan etnis juga terjadi di beberapa
daerah, antara lain Dili, Kupang, Ambon, Kalimantan Barat dan masih banyak lagi
daerah lainnya. Dampak yang sangat mencolok adalah perekonomian semakin
memprihatinkan, banyak p[erusahaan maupun perbankan yang gulung tikar sehingga
banyak pekerja atau tenaga kerja potensial di PHK, jumlah pengangguran
meningkat. Yang sangat disayangkan adalah kalangan elit politik sama sekali
tidak menghiraukan jeritan kemanusiaan tersebut.
Namun demikian
ada satu yang tersisa dari keterpurukan bangsa Indonseia, yaitu keyakinan akan
nilai yang dimilikinya, yaitu nilai yang berakar dari pandangan hidup bangsa
indonesia yaitu nilai-nilai Pancasila. Jadi reformasi yang dilakukan bangsa
Indonesia adalah menata kehidupan bangsa dan negara dalam suatu sistem negara
dibawah nilai-nilai Pancasila, bukan menghancurkan dan membubarkan bangsa dan
negara Indonesia. Oleh karena itu Pancasila sangat tepat sebagai paradigma,
acuan, kerangka dan tolak ukur gerakan reformasi di Indonesia.
Dengan Pancasila
sebagai paradigma reformasi, gerakan reformasi harus diletakkan dalam kerangka
Perspektif sebagai landasan sekaligus sebagai cita-cita. Sebab tanpa suatu
dasar dan tujuan yang jelas reformasi akan mengarah pada suatu gerakan anarki,
kerusuhan, disintegrasi, dan akhirnya mengarah pada kehancuran bangsa.
Reformasi dengan Paradigma Pancasila rincianya sebagai berikut :
1. Reformasi
yang berketuhanan YME, artinya gerakan reformasi berdasarkan pada moralitas
ketuhanan dan harus mengarah pada kehidupan yang baik sebagai manusia makhluk
Tuhan.
2. Reformasi
yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab. Artinya, gerakan reformasi
berlandaskan pada moral kemanusiaan yang luhurdan sebagai upaya penataan
kehidupan yang penuh penghargaan atas harkat dan martabat manusia.
3. Reformasi
yang berdasarkan nilai Persatuan. Artinya, gerakan reformasi harus menjamin
tetap tegaknya negara dan bangsa Indonesia sebagai satu kesatuan. Gerakan
reformasi yang menghindarkan diri dari praktik dan perilaku yang dapat
menciptakan perpecahan dan disintegrasi bangsa.
4. Reformasi
yang berakar pada asas kerakyatan. Artinya, seluruh penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara harus dapat menempatkan rakyat sebagai subyek dan
pemegang kedaulatan. Gerakan reformasi bertujuan menuju terciptanya
pemerintahan yang demokratis yaitu rakyat sebagai pemegang kedaulatan.
5. Reformasi
yang bertujuan pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Artinya,
gerakan reformasi harus memiliki visi yang jelas, yaitu demi terwujudnya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Perlu disadari bahwa ketidakadilanlah penyebab
kehancuran suatu bangsa.
Oleh karena itu
bilamana bangsa Indonesia meletakkan sumber nilai, dasar filosofi serta sumber
norma kepada nilai-nilai tersebut bukanlah suatu keputusan yang politisi saja
melainkan keharusan yang bersumber pada kenyataan obyektif pada bangsa
indonesia sendiri. Perubahan yang dilakukan reformasi dalam berbagai bidang
sering diteriakkan dengan jargon reformasi total tidak mungkin melakukan
perubahan terhadap sumbernya itu sendiri. Opleh karena itu reformasi harus
memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform atau landasan yang jelas dan
bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan Paradigma
Reformasi Total tersebut.
Pelaksanaan GBHN
1998 pada PJP II Pelita ke tujuh ini bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat,
yaitu krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara yang mengakibatkan stabilitas
politik menjadi goyah. Ditambah dengan adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
pada hampir seluruh instansi serta lembaga pemerintahan dan penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang para kalangan pejabat, semakin memperburuk kondisi
bangsa Indonesia. Pada sisi lain rakyat dikelabui dengan berbagai macam program
yang mengatasnamakan rakyat, namun pada kenyataannya hanya menguntungkan pada
sekelompok kecil yaitu para elit ekonomi dan para pejabat, untuk melakukan
praktek KKN untuk kepentingan pribadi.
Pancasila yang
seharusnya menjadi sumber nilai dasar moral etik bagi negara dan aparat
pelaksana negara pada kenyataanya digunakan sebagai alat legitimasi politik,
semua kebijakan diatas namakan pancasila oleh penguasa, bahkan untuk kebijakan
dan tindakan yang sudah jelas bertentangan dengan nilai pancasila. Puncak dari
peristiwa tersebut ditandai semakin hancurnya perekonomian nasional, yang
mengakibatkan berbagai kegiatan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa,
cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
reformasi di segala bidang , terutama bidang politik, ekonomi, dan hukum.
Sebagai
keberhasilan gerakan reformasi tersebut terbukti dengan mundurnya Presiden
Soeharto pada tanggal 21 mei 1998 yang kemudian disusul dilantiknya wakil
presiden Prof. Dr. B.J. Habibie guna menggantikan kedudukan presiden, kemudian
dibentuk kabinet reformasi pembangunan, pemerintahan Habibie inilah yang
mengantarkan masyrakat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh,
terutama pengubahan 5 paket UU. Dibidang ekonomi juga dilakukan adnya perubahan
yaitu diwujudkanya UU Anti monopoli, UU persaingan sehat, UU kepailitan, UU
usaha kecil, UU bank sentral, UU Perlindungan konsumen, UU Perlindungan buruh,
dan lain sebagainya (Nopiri,1998 ; 1)
Reformasi juga
dilakukan pada kelembagaan tertinggi, yaitu susunan DPR, dan MPR yang dengan
sendirinya dilakukan melalui Pemilu secepatnya dan diawali dengan pengubahan :
a. UU
tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD (UU no. 16/1969 jis. UU no.
2/1985)
b. UU
tentang partai politik dan golongan karya (UU no. 3/1975, jo. UU no. 3/1985
c. UU
tentang Pemilihan Umum (UU no.16/1969 Jis UU no. 4/1975, UU no. 2/1980, dan UU
no. 1/1985)
Reformasi UU
politik diatas diharapkan mampu mewujudkan iklim politik yang demokratis sesuai
dengan kehendak pasal 1 ayat (2) UUD 1945 bahwa kedaulatan adalah ditangan
rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR (mardjono.1998:57)
1.
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Makna
reformasi secara etimologis berasal dari kata “ reformation” dengan akar kata “
reform” yang secara semantik bermakna “ make or become better by removing or
putting right what is bad or wrong” (oxford advanced learned’s divtionary of
current english,1980, dalam wibisono,1998;1)sedangkan
secara harfiah reformasi memiiliki makna suatu gerakan untuk memformat ulang
hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada bentuk yang sesuai dengan
nilai-nilai ideal yg dicita-citakan oleh rakyat (riswanda, 1998). Maka dari
itu, suatu gerakan reformasi harus memiliki köndisi syarat2 sebagai berikut:
a. Adanya
suatu penyimpangan-penyimpangan.
b. Reformasi
harus dilakukan dgn suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu,
yaitu Pancasila sebagai landasanya.
c. Reformasi
dilakukan harus berdasar pada suatu kerangka struktural tertentu,yaitu UUD
sebagai acuan.
d. Reformasi
dilakukan untuk suatu perubahan ke arah yang lebih baik.
e. Reformasi
dilakukan atas dasar moral dan etika sebagai manusia yang Berketuhanan Yang
Maha Esa, Serta terjaminya persatuan dan kesatuan bangsa.
2.
Pancasila sebagai Dasar Cita-cita
Reformasi
Pancasila
sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa indonesia dalam perjalanan sejarah
ternyata tidak diletakkan dalam kedudukan dan fungsi yang sebenarnya. Sejak
Orde Lama banyak sekali hal-hal yang menyimpang, sebagai contoh nasakom,
presiden seumur hidup serta praktek kekuasaan diktator. Maka dari itu dgn
adanya reformasi akan sangat diharapkan adanya perubahan yang sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila yang berkedudukan sebagai landasan cita-cita dan ideologi
(hamengkubuwono x, 1998/8). Reformasi dalam perspektif pancasila pada
hakikatnya harus berdasar pada nilai-nilai Ketuhanan YME, kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan indonesia,berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi
seluruh rakyat indonesia.
Dalam
perspektif pancasila gerakan reformasi sebagai suatu upaya untuk menata ulang
dengan melakukan perubahan-perubahan sebagai realisasi kedinamisan dan
keterbukaan pancasila dalam kebijaksanaan dan penyelenggaraan negara. Pancasila
sebagai sumber nilai yang memiliki sifat reformatif,artinya memiliki aspek
pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat.
Dalam mengantisipasi perkembangan zaman dengan menata kembali kebijaksanaan
yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat tanpa merubah nilai esentialnya, yaitu
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
3.
Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi
Hukum
Dalam
proses réformasi sudah seharusnya dilakukan adanya perubahan terhadap
perundang-undangan. Hal ini berdasar pada adanya kenyataan setelah peristiwa 21
mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang
dampaknya sangat parah adalah dibidang hukum. Subsistem hukum tidak mampu
menjadi pelindung bagi kepentingan masyarakat dan cenderung bersifat imperatif
bagi penyelenggara pemerintah. Jadi untuk melakukan adanya reformasi harus
memiliki dasar, landasan serta sumber nilai yang terkandung dalam pancasila
yang merupakan dasar cita2 reformasi.
a.
Pancasila sebagai sumber nilai perubahan
hukum
Dalam
negara indonesia “staatsfundamentalnorm” ny adalah Pancasila, yang artinya
Pancasila merupakan pokok kaidah sumber hukum positif. Dalam pengertian inilah
maka Pancasila berfungsi sebagai paradigma hukum terutama yang berkaitan dengan
berbagai macam upaya perubahan hukum. Maka dari itu supaya hukum berfungsi
sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, harus senantiasa diperbaharui agar
tetap sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dan pembaharuan tersebut harus tetap
meletakkan Pancasila sebagai kerangka pikir, sumber norma, dan sumber
nilai-nilainya.
Sebagai
paradigma dalam pembaharuan tatana hukum pancasila dipandang sebagai cia-cita
hukum, dan sebagai cita-cita hukum Pancasila dapat memenuhi fungsi konstitutif
maupun fungsi regulatif. Sebagai fungsi konstitutif Pancasila menentukan dasar
suatu tatanan hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri,
sehingga hukum sangat bergantung pada dasar-dasar yang diberikan oleh
nilai-nilai Pancasila. Begitu pula dengan fungsi regulatif, Pancasila menetukan
apakah suatu hukum positif itu sebagai produk yang adil atau tidak. Sebagai
staatsfundamentalnorm pancasila merupakan pangkal sumber penjabaran dari tertib
hukum di indonesia termasuk juga UUD 1945. Dalam pengertian inilah istlah ilmu
hukum disebut sumber dari segala peraturan perundang-undangan di indonesia (mahfud,
1999;59). Sumber hukum meliputi dua macam pengertian ;
1)
Sumber Hukum Formal, yaitu sumber hukum
ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum yang bersifat mengikat
terhadap komunitasnya, misalnya Undang-undang, perda dll.
2)
Sumber materila hukum, yaitu sumber
hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum (Darmodihardjo,
1996:206)
Selain
sumber nilai yang terkandung dalam Pancasila reformasi dan pembaharuan hukum
juga bersumber pada kenyataan empiris yang ada dalam masyarakat terutama dalam
wujud aspirasi yg dikehendakinya. Menurut Johan Galtung suatu perubahan serta
pengembangan secara ilmiah harus mempertimbangkan tiga unsur, yaitu nilai,
teori (norma), fakta atau realitas empiris (Galtung,1980:30-33). Dengan
demikian maka upaya untuk terwujudnya suatu reformasi hukum akan mampu
mengantarkan manusia ke tingkatan harkat dan martabat yang lebih tinggi,
sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab.
b.
Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Dalam
upaya reformasi telah banyak dilontarkan berbagai macam pendapat tentang
aspek-aspek yang dapat dilakukan dalam perubahan hukum di Indonesia, bahkan
semakin banyak bermunculan usulan tentang amandemen atau perubahan secara
menyeluruh terhadap Pasal-pasal UUD 1945, namun harus dipahami secara obyektif,
apabila terjadi suatu amandemen terhadap seluruh pasal UUD 1945, maka tidak
terjadi pula perubahan terhadap Pembukaan UUD 1945, karena pembukaan UUD 1945
merupakan pokok kaidah negara yang fundamental, sebagai sumber positif, memuat
Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang melekat pada kelangsungan hidup
negara proklamasi 17 agustus 1945. Oleh karena itu apabila ada perubahan
pembukaan
UUD 1945 sama halnya dengan menghilangkan eksistensi bangsa dan negara
Indonesia, atau sama halnya dengan pembubaran negara Indonesia.
Dasar
yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hukum adalah Tap no.XX/MPRS/1996,
yang menyatakan Panacasila adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia,
yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum harus selalu
bersumber pada niali-nilai yang terkandung dalam pancasila, dan secar eksplisit
dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber
pada nilai-nilai Pancasila. Ada beberapa macam produk peraturan
perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum, antara lain
undang-undang politik tahun 1999, yaitu UU no.2 tahun 1999, tentang partai
politik, UU no.3 tahun 1999, tentang Pemilu, dan UU no.4 tahun 1999 tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR, Dan DPRD, kemudian UU pokok Pers yang diharapkan
menghasilkan pers yang bebas dan demokratis, lalu UU otonomi daerah yang
meliputi UU no.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, UU no. 25 tahun 1999,
tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, dan UU no.28
tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
Demikian
juga terjadi pada tingkatan ketetapan MPR yang telah dilakukan reformasi hukum
melalui sidang istimewa MPR pada bulan November 1998 yang menghasilkan berbagai
macam ketetapan antara lain Tap No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan referendum,
karena dianggap menghambat demokrasi, Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN yang
tidak mungkin dilaksanakan karena krisis ekonomi serta politik, Tap no.
X/MPR/1998 tentang poko-pokok reformasi pembangunan, Tap no. XI/MPR/1998
tentang negara yang bebas KKN, Tap No. XIII/MPR/1998 tentang masa jabatan
presiden , Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu Tahun 1999, Tap No. XV/MPR/1998
tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan pusat dan daerah, Tap No.
XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi, Tap No. XVII/MPR/1998 tentang Hak asasi
manusia, serta Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan P4, serta berbagai
macam peraturan perundang-undangan lainya.
4.
Pancasila sebagai Paragidma Reformasi
Pelaksanaan Hukum
Dalam
Era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai
landasan operasionalnya guna mencapai tujuan daripada reformasi itu sendiri
yaitu melindungi bangsa dan seluruh tumpah darah. Pelaksanaan hukum pada masa
reformasi ini harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokratis dengan suatu
supremasi hukum, yang artinya pelaksanaan hukum harus mampu mwujudkan jamina
atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara
hak dan kewajiban setipa warga negara, tanpa memandang pangkat, jabatan ataupun
golongan maupun agama. Konsekuensi dari pelaksanaan hukum aparat penegak hukum
terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus
benar-benar bersih dari praktek KKN.
5.
Pancasila sebagai Paradigma reformasi
politik
Landasan
aksiologi (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia adalah sebagaimana
terkandung dalam Deklarasi Bangsa Indonesia yaitu pembukaan UUD 1945 alinea IV
yang berbunyi “…..maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan
Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Nilai
demokrasi politik yang terkandung dalam Pancasila merupakan fondasi bangunan
negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataanya tidak
dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut,
dan pada realisasinya baik pada masa orde lama maupun orde baru negara lebih
mengarah pada praktek otoritarianisme yang mengarah pada porsi kekuasaan yang
terbesar kepada presiden. Nilai demokrasi politik tersebut secara normatif
terjabar dalam pasal-pasal UUD 1945 yaitu
pasal 1 ayat 2 menyatakan :
“ kedaulatan adalah ditangan
rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh majelis permusyawaratan rakyat”
Pasal 2 ayat 2 menyatakan,
“Majelis Permusyawaratan Rakyat
terdiri atas anggota-anggota dewan paerwakilan rakyat, ditambah utusan dari
daerah dan golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan undang-undang”
Pasal 5 ayat 1 menyatakan,
“Presiden memegang kekuasaan
membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”
Pasal 6 ayat 2 menyatakan,
“Presiden dan wakil presiden
dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan suara terbanyak “
Adapun
esensi dari pasal-pasal tersebut berdasarkan UUD 1945 adalah :
a. Rakyat
merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara
b. Kedaulatan
rakyat dijalankan sepenuhnya oleh MPR
c. Presiden
dan wakil presiden dipilih oleh MPR, dan bertanggung jawab kepada MPR
d. Produk
hukum apapun yang dihasilkan oleh presiden baik sendiri maupun bersama dengan
lembaga lain, kekuatanya berada dibawah MPR atau produk-produknya.
Perlu
diketahui pula bahwa rakyat adalah asal mula kekuatan negara, oleh sebab itu
paradigma ini merupakan dasar pijak dalam reformasi politik. Dan reformasi
politik atas sistem politik harus melalui Undang-undang yang mengatur sistem
politik tersebut, dengan tetap mendasarkan pada paradigma nilai-nilai
kerakyatan sebagaimana terkandung dalam Pancasila.
6.
Susunan Keanggotaan MPR
Untuk
melakukan suatu perubahan terhadap susunan keanggotaan MPR, DPR dan DPRD ,
terlebih dahulu harus melakukan reformasi terhadap peraturan perundang-undangan
yang merupakan dasar acuan penyusunan keanggotaan MPR DPR. Susunan MPR yang
termuat dalam Undang-undang politik no.2/1985 dianggap tidak mencerminkan
nilai-nilai Pancasila bahwa kedaulatan adalah ditangan rakyat seperti yang
tertuang dalam semangat UUD 1945. maka dari itu rakyat bertekad melakukan
reformasi dengan mengubah sistem politik tersebut melalui sidang istimewa MPR
tahun 1998 yang kemudian dituangkan dalam UU Politik tahun 1999, adapun
perubahan yang telah dilakukan antara lain pasal 2 ayat 2 yang menyatakan bahwa
:
a. Jumlah
anggota MPR sebanyak 700 orang
b. Jumlah
anggota DPR hasil Pemilu sebanyak 500 orang
c. Utusan
Daerah sebanyak 135 orang, yaitu 5 orang dari setiap Daerah Tingkat 1
d. Utusan
Golongan sebanyak 65 orang
Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3 yaitu utusan daerah dipilih oleh DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu yang bersifat demokratis.
Kemudian perubahan yang mendasar berikutnya pasal 2 ayat 3 yaitu utusan daerah dipilih oleh DPR. Dan DPR dipilih berdasarkan hasil pemilu yang bersifat demokratis.
7.
Susunan Keanggotaan DPR
Perubahan
keanggotaan DPR tertuang dalam UU no.4 pasal 11 adalah sebagai berikut :
Pasal 4 ayat 2 menyatakan
keanggotaan DPR terdiri atas,
a. anggota
partai politik hasil pemilu
b. anggota
ABRI yang diangkat
Pasal 11 ayat 3 menjelaskan,
a. anggota
partai hasil pemilu sebanyak 462 orang
b. anggota
ABRI yang diangkat sebanyak 38 orang
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
namun berkaitan dengan keanggotaan ABRI di DPR masih ada sebagian masyarakat yang menolak, akhirnya berdasarkan sidang istimewa MPR tahun 1998 anggota ABRI dikurangi secara bertahap. hal ini berdasar pada pertimbangan dan hasil musyawarah masih perlu partisipasi ABRI dalam sistem demokrasi demi persatuan dan kesatuan bangsa.
8.
Susunan Keanggotaan DPRD Tingkat 1
Susunan
Keanggotaan DPRD Tingkat I yang tertuang dalam UU Politik no.4 tahun 1999,
sebagai berikut :
a. Pasal
18 ayat 1 bahwa pengisian anggota DPRD Tingkat I dilakukan melalui Pemilu dan pengangkatan
b. Pasal
18 ayat 2 menyatakan bahwa DPRD I terdiri atas anggota partai politik hasil pemilihan
umum, dan anggota ABRI yang diangkat
Pasal 18 ayat 3 menyatakan jumlah
anggota DPRD I ditetapkan sekurang-kurangnya 45 orang dan sebanyak-banyaknya
100 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat.
9.
Susunan Keanggotaan DPRD II
Susunan
keanggotaan DPRD II yang tertuang dalam UU Politik No. 4 Tahun 1999 adalah :
a.
Pasal 25 ayat 1, menyatakan pengisian anggota
DPRD II dilakukan berdasar pada hasil Pemilu dan pengangkatan
b.
Pasal 25 ayat 2 menyatakan, DRPD II
terdiri atas anggota partai politik hasil Pemilu, dan anggota ABRI yang
diangkat
c.
Pasal 25 ayat 3 menyatakan, jumlah
anggota DPRD II ditetapkan sekurang-kurangnya 20 orang dan sebanyak-banyaknya
45 orang termasuk 10% anggota ABRI yang diangkat
Demikian
perubahan atas UU tentang susunan Anggota MPR, DPR, dan DPRD yang diharapkan
mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat
Pancasila yang merupakan Paradigma demokrasi.
10. Reformasi
Partai Politik
Dalam
UU Politik no.3 tahun 1975, Jo UU No.3 tahun 1985 ditentukan bahwa partai
politik dan golongan karya hanya meliputi 3 macam, yaitu, Partai Persatuan
Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia, ketentuan ini
tidak mencerminkan nilai kerakyatan sebagaimana terkandung dalam sila keempat
Pancasila, dan tidak sesuai pula dengan semangat UUD 1945 pasal 28, serta
hakikat nilai Pancasila yang bermakna keaneka ragaman akan tetapi tetap satu
kesatuan. Dalam mengatur adanya partai politik tertuang dalam UU no.2 tahun
1999 tentang partai politik yang lebih demokratis dan memberikan kebebasan
serta keleluasaan untuk menyalurkan aspirasinya. Adapun ketentuanya adalh
sebagai berikut:
a. Pancasila
sebagai dasar negara dari NKRI dalam anggaran dasar partai
b. Asas
atau ciri, aspirasi dan program partai politik tidak bertentangan dengan
pancasila
c. Keanggotaan
partai politik bersifat terbuka untuk setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah mempunyai hak pilih
d. Partai
politik tidak boleh menggunakan nama atau lambang yang sama dengan lambang
negara asing, bendera kesatuan RI sang merah putih, bendera negara asing gambar
perorangan dan nama serta lambang partai lain yang telah ada.
Atas
ketentuan UU tersebut maka semakin banyak partai-partai politik baru yang
hingga saat ini mencapai 114 partai politik, namun pada kenyataanya, yang
memenuhi syarat untuk mengikuti pemilu hanya 48 partai politik. Dan partai
itulah yang ikut dalam pemilu tahun 1999. dalam pelaksanaan pemilu juga
dilakukan adanya perubahan yang diatur dalam UU no. 3 tahun 1999 tentang
pemilu, yang berisi tentang kejujuran, keadilan, langsung, umum, bebas, dan
rahasia. Dan untuk penyelenggaraan pemilu dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum
(KPU) yang bebas dan mandiri, yang terdiri atas unsur-unsur partai politik
peserta pemilu dan unsur pemerintah yang bertanggung jawab terhadap Presiden.
Dengan adanya ketentuan UU tersebut sistemik pelaksanaan Pemilu tahun 1999 akan
bersifat demokratis, bahkan ditambah dengan adanya kebebasan untuk membentuk
pemantau Pemilu baik dari dalam maupun luar negeri.
11. Reformasi
atas Kehidupan Politik
Untuk
mencapai kehidupan politik yang benar-benar demokratis maka harus dilakukan
dengan cara Revitalisasi politik yaitu dengan mengembalikan Pancasila pada
kedudukan serta fungsi yang sebenarnya seperti yang tertuang pada UUD 1945.
BAB III
KESIMPULAN
Awalnya
istilah Paradigma berkembang dalam dunia ilmu pengetahuan terutama yang
kaitannya dengan filsafat ilmu pengetahuan. Tokoh yang mengembangkan istilah
tersebut dalam dunia ilmu pengetahuan adalah Thomas S. Khun dalam bukunya yang
berjudul The Structure of Scientific Revolution (1970: 49). Inti sari paradigma
adalah suatu asumsi-asumsi dasar dan asumsi teoritis yang umum dan dijadikan
sumber hukum, metode serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat
menentukan sifat, ciri dan karakter ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam
segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat nilai
sila-sila Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia sebagai subjek
pendukung pokok negara. Dan ini terlihat dari kenyataan obyektif bahwa
pancasila dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup)
manusia. Dalam mewujudkan tujuan negara melalui pembangunan nasional yang merupakan
tujuan seluruh warganya maka dikembalikanlah pada dasar hakikat manusia
“monopluralis” yang unsurnya meliputi : kodrat manusia yaitu rokhani (jiwa) dan
raga, sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial, dan
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai
makhluk TuhanYME. Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional
harus mmperlihatkan konsep berikut ini :
6. Pancasila
harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa
7. Pancasila
sebagai landasan pembangunan nasional
8. Pancasila
merupakan arah pembangunan nasioanl
9. Pancasila
merupakan etos pembangunan nasional
10. Pancasila
merupakan moral pembangunan
No comments:
Post a Comment