BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai
warga Negara dan masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak
dan kewajiban yang sama, Yang pokok adalah bahwa setiap orang haruslah terjamin
haknya untuk mendapatkan status kewarganegaraan, sehingga terhindar dari
kemungkinan menjadi 'stateless' atau tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saat
yang bersamaan, setiap negara tidak boleh membiarkan seseorang memilki dua
status kewarganegaraan sekaligus. Itulah sebabnya diperlukan perjanjian
kewarganegaraan antara negara-negara modern untuk menghindari status dwi kewarganegaraan
tersebut. Oleh karena itu, di samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan
kelahiran dan melalui proses pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga
diperlukan mekanisme lain yang lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Indonesia
sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip “ius sanguinis”, mengatur kemungkinan
warganya untuk mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran.
Sebagai contoh banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina
ataupun yang memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi
bermukim di Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak
mereka ini sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai
dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa,
bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai
orang asing sama sekali.
B.
Rumusan
Masalah
Yang
akan dibahas dalam makalah ini adalah tentang pengertian kewarganegaraandan
kedudukan warga Negara di Indonesia. Yang mana keduanya merupakan dasar bagi
kita seorang warga Negara, agar mengetahui batasan-batasa kewarganegaraan dan
perolehan hakdan kewajiban seorang warga negara, yang di harapkan akan
menentukan langkah-langkah kita dalam upaya bela negara.
C.
Tujuan
Penulisan
1. Memenuhi
salah satu tugas mata pelajaran pendidika kewarganegaraan
2. Menambah
pengetahuan tentang pendidikan kewarga negaraan.
3. Membahas
secara sederhana peranan warga negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kewarganegaraan
1. Pengertian
Kewarganegaraan
merupakan keanggotaan seseorang dalam satuan politik tertentu (secara khusus:
negara) yang dengannya membawa hak untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
Seseorang dengan keanggotaan yang demikian disebut warga negara. Seorang warga
negara berhak memiliki paspor dari negara yang dianggotainya. Kewarganegaraan
merupakan bagian dari konsep kewargaan (citizenship). Di dalam pengertian ini,
warga suatu kota atau kabupaten disebut sebagai warga kota atau warga
kabupaten, karena keduanya juga merupakan satuan politik. Dalam otonomi daerah,
kewargaan ini menjadi penting, karena masing - masing satuan politik akan
memberikan hak (biasanya sosial) yang berbeda - beda bagi warganya.
Kewarganegaraan memiliki kemiripan dengan kebangsaan (nationality). Yang
membedakan adalah hak-hak untuk aktif dalam perpolitikan. Ada kemungkinan untuk
memiliki kebangsaan tanpa menjadi seorang warga negara (contoh, secara hukum
merupakan subyek suatu negara dan berhak atas perlindungan tanpa memiliki hak
berpartisipasi dalam politik). Juga dimungkinkan untuk memiliki hak politik
tanpa menjadi anggota bangsa dari suatu negara. Di bawah teori kontrak sosial,
status kewarganegaraan memiliki implikasi hak dan kewajiban. Dalam filosofi
"kewarganegaraan aktif", seorang warga negara disyaratkan untuk
menyumbangkan kemampuannya bagi perbaikan komunitas melalui partisipasi
ekonomi, layanan publik, kerja sukarela, dan berbagai kegiatan serupa untuk
memperbaiki penghidupan masyarakatnya. Dari dasar pemikiran ini muncul mata
pelajaran Kewarganegaraan (Civics) yang diberikan di sekolah-sekolah.
2. Warga
Negara Indonesia
Seorang
Warga Negara Indonesia (WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga
negara Republik Indonesia. Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda
Penduduk, berdasarkan Kabupaten atau Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai
penduduk/warga. Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik
(Nomor Induk Kependudukan, NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan
mencatatkan diri di kantor pemerintahan. Paspor diberikan oleh negara kepada
warga negaranya sebagai bukti identitas yang bersangkutan dalam tata hukum
internasional. Kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam UU no. 12 tahun
2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia. Menurut UU ini, orang yang
menjadi Warga Negara Indonesia (WNI) adalah:
a.
setiap orang yang sebelum berlakunya UU
tersebut telah menjadi WNI.
b.
anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari ayah dan ibu WNI
c.
anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ayah WNI dan ibu warga negara asing (WNA), atau sebaliknya
d.
anak yang lahir dari perkawinan yang sah
dari seorang ibu WNI dan ayah yang tidak memiliki kewarganegaraan atau hukum
negara asal sang ayah tidak memberikan kewarganegaraan kepada anak tersebut
e.
anak yang lahir dalam tenggang waktu 300
hari setelah ayahnya meninggal dunia dari perkawinan yang sah, dan ayahnya itu
seorang WNI
f.
anak yang lahir di luar perkawinan yang
sah dari ibu WNI
g.
anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari ibu WNA
yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan
sebelum anak tersebut berusia 18 tahun atau belum kawin
h.
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia yang pada waktu
lahir tidak jelas status kewarganegaraan ayah dan ibunya.
i.
anak yang baru lahir yang ditemukan di wilayah megara Republik Indonesia
selama ayah dan ibunya tidak diketahui
j.
anak yang lahir di wilayah negara Republik Indonesia apabila ayah dan
ibunya tidak memiliki kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya
k.
anak yang dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari ayah dan
ibu WNI, yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan
memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan
l.
anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya, kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia.
Selain itu, diakui pula sebagai WNI bagi
a.
anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah, belum berusia 18 tahun
dan belum kawin, diakui secara sah oleh ayahnya yang berkewarganegaraan asing
b.
anak WNi yang belum berusia lima tahun, yang diangkat secara sah sebagai
anak oleh WNA berdasarkan penetapan pengadilan
c.
anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Rl, yang ayah atau ibunya memperoleh kewarganegaraan
Indonesia
d.
anak WNA yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak secara sah
menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh WNI.
Kewarganegaraan Indonesia juga diperoleh bagi
seseorang yang termasuk dalam situasi sebagai berikut:
a.
Anak yang belum berusia 18 tahun atau belum kawin, berada dan bertempat
tinggal di wilayah Republik Indonesia, yang ayah atau ibunya memperoleh
kewarganegaraan Indonesia
b.
Anak warga negara asing yang belum berusia lima tahun yang diangkat anak
secara sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara
Indonesia
Di samping perolehan
status kewarganegaraan seperti tersebut di atas, dimungkinkan pula perolehan
kewarganegaraan Republik Indonesia melalui proses pewarganegaraan. Warga negara
asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dan telah tinggal di
wilayah negara Republik Indonesia sedikitnya lima tahun berturut-turut atau sepuluh
tahun tidak berturut-turut dapat menyampaikan pernyataan menjadi warga negara
di hadapan pejabat yang berwenang, asalkan tidak mengakibatkan
kewarganegaraan ganda.
kewarganegaraan ganda.
Berbeda dari UU
Kewarganegaraan terdahulu, UU Kewarganegaraan tahun 2006 ini memperbolehkan
dwikewarganegaraan secara terbatas, yaitu untuk anak yang berusia sampai 18
tahun dan belum kawin sampai usia tersebut. Pengaturan lebih lanjut mengenai
hal ini dicantumkan pada Peraturan Pemerintah no. 2 tahun 2007.
Dari UU ini terlihat
bahwa secara prinsip Republik Indonesia menganut asas kewarga negaraan ius
sanguinis; ditambah dengan ius soli terbatas (lihat poin 8-10) dan kewarganegaraan
ganda terbatas (poin 11).
B.
Kedudukan
Warga Negara Di Negara Indonesia
Dapat
dikatakan bahwa proses kewarganegaraan itu dapat diperoleh melalui tiga cara,
yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran atau 'citizenship by birth', (ii)
kewarganegaraan melalui pewarganegaraan atau 'citizenship by naturalization',
dan (iii) kewarganegaraan melalui registrasi biasa atau 'citizenship by
registration'. Ketiga cara ini seyogyanya dapat sama-sama dipertimbangkan dalam
rangka pengaturan mengenai kewarganegaraan ini dalam sistem hukum Indonesia,
sehingga kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status
kewarganegaraan itu hanya dengan cara pertama dan kedua saja sebagaimana lazim
dipahami selama ini. Kasus-kasus kewarganegaraan di Indonesia juga banyak yang
tidak sepenuhnya dapat diselesaikan melalui cara pertama dan kedua saja.
Sebagai contoh, banyak warganegara Indonesia yang karena sesuatu, bermukim di
Belanda, di Republik Rakyat Cina, ataupun di Australia dan negara-negara
lainnya dalam waktu yang lama sampai melahirkan keturunan, tetapi tetap
mempertahankan status kewarganegaraan Republik Indonesia.
Keturunan
mereka ini dapat memperoleh status kewarganegaraan Indonesia dengan cara
registrasi biasa yang prosesnya tentu jauh lebih sederhana daripada proses
naturalisasi. Dapat pula terjadi, apabila yang bersangkutan, karena sesuatu
sebab, kehilangan kewarganegaraan Indonesia, baik karena kelalaian ataupun
sebab-sebab lain, lalu kemudian berkeinginan untuk kembali mendapatkan
kewarganegaraan Indonesia, maka prosesnya seyogyanya tidak disamakan dengan
seorang warganegara asing yang ingin memperoleh status kewarganegaraan
Indonesia.
Lagi
pula sebab-sebab hilangnya status kewarganegaraan itu bisa saja terjadi karena
kelalaian, karena alasan politik, karena alasan teknis yang tidak prinsipil,
ataupun karena alasan bahwa yang bersangkutan memang secara sadar ingin
melepaskan status kewarganegaraannya sebagai warganegara Indonesia. Sebab atau
alasan hilangnya kewarganegaraan itu hendaknya dijadikan pertimbangan yang
penting, apabila yang bersangkutan ingin kembali mendapatkan status
kewarganegaraan Indonesia. Proses yang harus dilakukan untuk masing-masing
alasan tersebut sudah semestinya berbeda-beda satu sama lain. Yang pokok adalah
bahwa setiap orang haruslah terjamin haknya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan, sehingga terhindar dari kemungkinan menjadi 'stateless' atau
tidak berkewarganegaraan. Tetapi pada saatyang bersamaan, setiap negara tidak
boleh membiarkan seseorang memilki dua status kewarganegaraan sekaligus. Itulah
sebabnya diperlukan perjanjian kewarganegaraan antara negara-negara modern
untuk menghindari status dwi-kewarganegaraan tersebut. Oleh karena itu, di
samping pengaturan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan melalui proses
pewarganegaraan (naturalisasi) tersebut, juga diperlukan mekanisme lain yang
lebih sederhana, yaitu melalui registrasi biasa.
Di
samping itu, dalam proses perjanjian antar negara, perlu diharmonisasikan
adanya prinsip-prinsip yang secara diametral bertentangan, yaitu prinsip 'ius
soli' dan prinsip 'ius sanguinis' sebagaimana diuraikan di atas. Kita memang
tidak dapat memaksakan pemberlakuan satu prinsip kepada suatu negara yang
menganut prinsip yang berbeda. Akan tetapi, terdapat kecenderungan
internasional untuk mengatur agar terjadi harmonisasi dalam pengaturan
perbedaan itu, sehingga di satu pihak dapat dihindari terjadinya
dwi-kewarganegaraan, tetapi di pihak lain tidak akan ada orang yang berstatus
'stateless' tanpa kehendak sadarnya sendiri. Karena itu, sebagai jalan tengah
terhadap kemungkinan perbedaan tersebut, banyak negara yang berusaha menerapkan
sistem campuran dengan tetap berpatokan utama pada prinsip dasar yang dianut
dalam system hukum
masing-masing.lndonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip 'ius
sanguinis', mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan melalui prinsip keiahiran. Sebagai contoh banyak warga keturunan
Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki
dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan
memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini sepanjang yang
bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari
negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai warganegara Indonesia
karena keiahiran. Kalaupun ha! ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar
yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan
mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses
naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai orang asing sama
sekali.
1. Persamaan
Kedudukan Warga Negara
a. Landasan
yang Menjamin Persamaan Kedudukan Warga Negara
1) Makna
Persamaan
Saling menghargai dan menghormati orang lain tanpa
membeda-bedakan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA)
2) Jaminan
Persamaan Hidup (Pendekatan Kultural)
Beberapa nilai cultural bangsa Indonesia yang dapat
dilestarikan :
a) Nilai
Religius
b) Nilai
Gotong Royong
c) Nilai
Ramah Tamah
d) Nilai
CintaTanah Air
3) Jaminan
Persamaan Hidup dalam Konstitusi Negara
Jaminan persamaan hidup warga Negara di dalam konstitusi negara adalah :
a) Pembukaan
UUD 1945 alinea 1
b) Sila-sila
Pancasila '
c) UUD
1945 dan peraturan peundangan lainnya
b. Berbagai
Aspek Persamaan Kedudukan Sikap Warga Negara
1) Bidang
Politik
Kewajiban bela negara terhadap keberadaan dan
kelangsungan NKRI Pengembangan sistem politik nasional yang demokratis,
termasuk penyelenggaraan pemilu yang berkualitas. Meningkatkan partai politik
yang mandiri dengan pendidikan kaderisasi yang intensif dan komprehensif.
Memperketat dan menetapkan prinsip persamaan dan antidiskriminasi dalam
kehidupan masyarakat bangsa dan negara.
2) Bidang
Ekonomi
a) Setiap
warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau perbaikan
taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat,
bangsa, dan Negara
b) Persamaan
kedudukan di bidang ekonomi untuk menciptakan sistem ekonomi kerakyatan yang
berkeadilan dan bersaing sehat, efisien, produktif, berday saing, serta
mengembangkan kehidupan yang layak anggota masyarakat.
c) Bidang
Hukum
Dalam
pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa negara menjamin warga negaranya
tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
d) Bidang
Sosial-Budaya
Persamaan
kedudukan di bidang sosial-budaya di antaranya :
-
memperoleh pelayanan kesehatan
-
kebebasan mengembangkan diri
-
memperoleh pendidikan yang bermutu
-
memelihara tatanan sosial.
c. Contoh
Perilaku yang Menampilkan Persamaan Kedudukan Warga Negara
-
Menghargai dan
menghormati kedudukan individu
dengan tidak menonjolkan perbedaan yang ada
-
Menjaga
tali persaudaraan dalam suatu lingkungan
-
Negara
menjamin persamaan kedudukan warga Negara, sehingga setiap warga negara memiliki
hak dan kewajiban yang sama
-
Tidak
memicu konflik yang disebabkan karena terlalu mengagung-agungkan atau membangga -banggakan agama / ras / golongan pribadi
-
Mengakui
dan memperlakukan manusia sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa
-
Tidak
mengambil hak-hak milik orang lain
2. Persamaan
Kedudukan Warga Negara Tanpa Membeda-bedakan Ras, Agama, Gender, Golongan,
Budaya dan Suku Berikut upaya-upaya menghargai persamaan kedudukan warga negara
:
a. Setiap
kebijakan pemerintah hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai
pluralitas
b. Pemerintah
harus terbuka dan membuka ruang kepada masyarakat berperan serta dalam
pembangunan nasional tanpa membeda-bedakan antar sesama.
c. Produk
hukum atau peraturan perundang-undangan harus menjamin persamaan warga Negara
d. Partisipasi
masyarakat dalam politik harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender
Penerapan
prinsip persamaan kedudukan warga negara antara lain :
a. Tidak memaksakan suatu agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain
b. Mengakui dan memperlakukan manusia
sesuai harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
c. Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia tanpa membeda-bedakan suku,
keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin kedudukan social, warna kulit dsb
d.
Mengembangkan
sikap tidak semena-mena terhadap orang lain
e. Sebagai warga Negara dan masyarakat,
setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama
f.
Menjaga
keseimbangan antara hak dan kewajiban
g. Tidak menggunakan hak milik untuk
usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Indonesia sebagai negara yang pada
dasarnya menganut prinsip 'ius sanguinis', mengatur kemungkinan warganya untuk
mendapatkan status kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh
banyak warga keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang
memiliki dwi-kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di
Indonesia dan memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka ini
sepanjang yang bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status
kewarganegaraan dari negara asal orangtuanya, dapat saja diterima sebagai
warganegara Indonesia karena kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai
dengan prinsip dasar yang dianut, sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat
dikenakan ketentuan mengenai kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa,
bukan melalui proses naturalisasi yang mempersamakan kedudukan mereka sebagai
orang asing sama sekali.
Seorang Warga Negara Indonesia
(WNI) adalah orang yang diakui oleh UU sebagai warga negara Republik Indonesia.
Kepada orang ini akan diberikan Kartu Tanda Penduduk, berdasarkan Kabupaten
atau (khusus OKI Jakarta) Provinsi, tempat ia terdaftar sebagai penduduk/warga.
Kepada orang ini akan diberikan nomor identitas yang unik (Nomor Induk Kependudukan,
NIK) apabila ia telah berusia 17 tahun dan mencatatkan diri di kantor pemerintahan,
Paspor diberikan oleh negara kepada warga negaranya sebagai bukti identitas yang
bersangkutan dalam tata hukum internasional.
Kewarganegaraan Republik Indonesia
diatur dalam UU no. 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan dalam lapangan kerja atau
perbaikan taraf hidup ekonomi dan menikmati hasil-hasilnya secara adil sesuai
dengan nilai-nilai kemanusiaan dan darma baktinya yang diberikankepada masyrakat,
bangsa, dan Negara. Dalam pasal 27 UUD 1945 secara jelas disebutkan bahwa
negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
negara menjamin warga negaranya tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku.
B. SARAN
Berikut upaya-upaya
menghargai persamaan kedudukan warga negara :
1. Setiap kebijakan pemerintah
hendaknya bertumpu pada persamaan dan menghargai pluralitas
2. Pemerintah harus terbuka dan membuka
ruang kepada masyarakat berperan serta dalam pembangunan nasional tanpa
membeda-bedakan sara, gender, budaya
3. Produk hukum atau peraturan
perundang-undangan harus menjamin persamaan warga Negara
4. Partisipasi masyarakat dalam politik
harus memperhatikan kesetaraan sara dan gender.
No comments:
Post a Comment